Apakah saat ini kau sedang gelisah? Asep Medi pernah
merasakan itu. Apakah saat ini kau sedang marah? Asep Medi pernah merasakan itu
juga. Apakah saat ini kau sedang merasa ragu? Ya, Asep Medi juga sering
merasakan itu. Apakah saat ini kau sedang merasa khawatir? Ya, Asep Medi memang
pernah merasakan itu. Atau kau sedang merasa bingung? Ini adalah penyakit
pikiran bagi kebanyakan orang, termasuk seseorang yang sering kau sebut dengan
Asep Medi.
Mungkin, kau tidak sedang. Mungkin yang sebenarnya
kau pernah, atau akan. Dan situasi kondisi hidup adalah seorang pemancing yang
baik untuk mendapatkan ikan-ikan rasa itu, dari kolam ketakutan. Dan disini,
aku mulai bercerita tentang perasaan itu kepada kalian. Sudahkah kalian siap
kawan?
Saat gelisah, lehermu serasa sesak, hingga sulit
untuk bernafas. Pada orang-orang tertentu, akan diikuti oleh rasa tegang di
leher. Dan pegal di kepala, kadang-kadang kepalamu terasa sakit. Sakit seperti
diikat dengan ikatan yang ketat dan kuat. Atau seperti ditimpa sesuatu yang
memberatkan. Nafasmu, kian pendek. Kau mulai berfikir untuk segera keluar dari
situasi ini. Kadang kau memilih berkhayal untuk menenangkan hatimu. Tak jarang
kau menggunakan obat-obatan penenang untuk keluar dari diri yang tak mengenakan.
Sebenarnya, apakah gelisah, marah, ragu, khawatir,
bingung dan segala macam rasa yang tak mengenakkan itu? Kenapa kau menyamakan
mereka seperti ikan-ikan di kolam “ketakutan”? Apa hubungan antara rasa-rasa
ini dengan ketakutan? Bagaimana proses terjadinya rasa-rasa ini? Untuk apa rasa-rasa
ini ada? Dan bagaimana cara menaklukkannya seperti yang tertera di judul atas?
Hmm… kita coba menonton satu persatu dulu dari,
pertanyaan ini ya, kawan. Dan sebab ini, adalah tentangku. Maka, ini akan
dimulai dari salah satu kisah dalam hidupku.
Sebenarnya, apakah itu gelisah, marah, ragu,
khawatir, bingung, dan segala macam rasa yang tak mengenakkan itu?
Suatu ketika, saat aku masih gemuk, imut dan lucu,
hhh... Yaitu, ketika aku masih SD. Sekarang aku sedang di kelas, dan ibu guru
memberitahu bahwa sebentar lagi akan diadakan Ujian Sekolah. Anak-anak terlihat
antusias waktu itu. Aku sendiri antusias, namun sejenak aku mengingat berbagai
informasi yang mendebarkan dada dan membuat jantungku berdetak lebih cepat
tentang Ujian sekolah ini.
“Ujian sekolah adalah penentu kenaikan kelas” kira-kira begitu yang
diucapkan bu guru
“Ujian sekolah kali ini, kau harus dapat nilai yang
baik. Kau harus kurangi waktu bermainmu. Dan menggantinya dengan menghafal semua
pelajaran yang diberi bu guru”, ucapan ayah ibuku yang terdengar begitu
jelas dalam memori
Aku senang, sebab telah tiba waktunya untuk naik
tingkat. Aku ingin sekali naik tingkat secepatnya. Bahkan jika bisa, aku
mau langsung naik dua atau tiga tingkat sekaligus –ambisius sekali, ya si Asep
kecil-. Namun, di sisi lain, aku mulai khawatir, apakah aku bisa naik tingkat? Bagaimana
jika aku tak lulus ujian? Bagaimana jika aku tak mampu menghafal
semua pelajaran?
Semua pikiran di benakku dipenuhi dengan
pertanyaan-pertanyaan itu. Asep kecil, mulai membuat jadwal menghafal untuk
persiapan ujian. Jadwal menghafal yang sederhana, dengan dibantu bunda
tercintanya. Di sini, di rumahku. Kau dapat melihat aku sedang mencari
buku-buku catatanku selama setahun ke belakang. Waktu itu, kau dapat mengamati,
bagaimana tergesa-gesanya aku melakukan pekerjaan yang sebenarnya
sederhana itu. Maklum, semua otakku dipenuhi dengan ketakutan-ketakutan akan
masa depan. Takut jika tak naik tingkat. Takut jika tak lulus ujian. Dan ini
yang terpenting, takut jika tak mampu menghafal semua pelajaran.
Sebab, menurut persepsi si Asep kecil, perkataan ayah
bundanya itu sudah pasti benar. Bahwa aku seharusnya dapat
menghafal semua catatan-catatanku biar dapat lulus ujian. Dan akhirnya naik
tingkat. Kesimpulan dari cerita ini ialah bahwa waktu itu aku ditimpa
kegelisahan saat menghadapi Ujian Sekolah. Bahkan saat menghafal pun aku tak
fokus pada apa yang ku hafal, aku malah fokus pada “ancaman-ancaman yang akan
menimpaku jika aku tak lulus ujian”. Mungkin terlalu serem disebut ancaman,
namun istilah ini bukan suatu yang salah.
Saat ibu guru berkata
“Ujian sekolah adalah penentu kenaikan kelas”
Asep kecil berfikir,
“JIka aku tak lulus ujian maka aku tak kan naik
kelas. Jika aku tak naik kelas, maka ibu guru dan orang tuaku akan marah.
Teman-temanku akan mengejekku. Dan uang jajanku akan dikurangi.”
Dan bagi si Asep kecil, dimarahi guru, dihukum di
depan kelas, dimarahi orang tua, diejek teman-temannya maupun dikurangi uang
jajannya adalah suatu ancaman yang dapat mengancam identitasnya. Si Asep kecil
merasa bahwa harga dirinya akan jatuh jika itu terjadi, dan semua harapan yang
indah di masa depan akan lenyap sekaligus, jika itu terjadi. Inilah kira-kira
deskripsi sederhana tentang keadaan gelisah yang dialami si Asep kecil.
Apakah kalian juga pernah mengalami hal itu?
Aku yakin sebagian pembaca pernah mengalami yang
seperti itu. Bener, nggak?
Oke,kita lanjut menjawab pertanyaan yang dibold
diatas.
Sebenarnya, apakah itu gelisah, marah, ragu,
khawatir, bingung, dan segala macam rasa yang tak mengenakkan itu?
Menurut manusia sok tau yang sering disebut Asep
Medi, gelisah, marah, ragu, khawatir, bingung, dan segala macam rasa yang
tak mengenakkan itu adalah beberapa jenis dari suatu hal yang disebut perasaan.
Ya, iya dong, masa ya iya lah. Buah aja kedongdong
bukan kedonglah. Hehe…
Iya, itu memang salah satu bentuk dari perasaan. Dan
yang membedakan bentuk-bentuk ini dari bentuk perasaan yang lain adalah
bahwa perasaan gelisah, marah, ragu, khawatir, bingung, dan segala macam
rasa yang tak mengenakkan itu mengandung hal-hal berikut:
Satu, keyakinan bahwa hidupmu ditentukan oleh
situasi dan kondisi yang diluar kontrolmu
Dua, keyakinan bahwa kau harus melakukan segala
sesuatunya dengan sempurna (semuanya harus sempurna)
Tiga, keyakinan bahwa kau harus melakukan segala
sesuatu itu dengan secepat-cepatnya (mungkin karena
kau berfikir bahwa situasimu seperti sedang di wc yang di luarnya sedang
mengantri orang banyak, hehe… intermezzo)
Dan Empat, bahwa kau begitu terfokus dengan dua
kata ini, “Bagaimana jika?”
Apa bener gitu? Ya, tinggal rasakan dengan segenap
memori dan perasaan kalian saja. Hehe…
Dalam cerita di atas, aku sengaja memiringkan
beberapa kata di atas yang merupakan kata kunci dari diambilnya kesimpulan
tentang ciri-ciri perasaan gelisah, marah, ragu, khawatir, bingung dan segala
macam rasa yang tak mengenakkan. Tapi bukan berarti aku menganggap kata-kata di
atas “miring”, lho, hahaha….
Mungkin sebagian dari kalian ada yang berkata,
“Hey, apakah kau menyamakan 5 rasa ini? Menurutku itu
memiliki definisi yang berbeda?”
Jawabanku, “Nggak juga, Bro, aku cuman, menyatakan
ciri-ciri yang membedakan 5 rasa ini dengan jenis perasaan yang lain. Aku
sengaja tak membahas definisinya satu-persatu. Yang ku tekankan ialah kesamaan diantara
5 rasa ini. Sehingga kita bisa mengkaji 5 rasa dalam satu artikel. Seperti
melempar 5 burung dengan satu buah batu. Itu cukup keren, kan?hehe”
Jika Alloh mengijinkan, aku sangat senang jika dapat
menceritakan pengalaman dan penafsiranku tentang segala macam rasa yang ku
alami satu persatu. Namun, di blog ini aku tak cuman berbicara soal rasa. Ada
bagian-bagian lain yang ingin ku sampaikan pada kawan-kawan semua. Misalnya,
soal bumbu, soal proses memasak, soal yang menghidangkan, dan sebagainya, hehe…
inget, ini intermezzo…hhh…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar