Rabu, 25 April 2012

Menaklukkan Ketakutan#1




Apakah saat ini kau sedang gelisah? Asep Medi pernah merasakan itu. Apakah saat ini kau sedang marah? Asep Medi pernah merasakan itu juga. Apakah saat ini kau sedang merasa ragu? Ya, Asep Medi juga sering merasakan itu. Apakah saat ini kau sedang merasa khawatir? Ya, Asep Medi memang pernah merasakan itu. Atau kau sedang merasa bingung? Ini adalah penyakit pikiran bagi kebanyakan orang, termasuk seseorang yang sering kau sebut dengan Asep Medi.

Mungkin, kau tidak sedang. Mungkin yang sebenarnya kau pernah, atau akan. Dan situasi kondisi hidup adalah seorang pemancing yang baik untuk mendapatkan ikan-ikan rasa itu, dari kolam ketakutan. Dan disini, aku mulai bercerita tentang perasaan itu kepada kalian. Sudahkah kalian siap kawan?

Saat gelisah, lehermu serasa sesak, hingga sulit untuk bernafas. Pada orang-orang tertentu, akan diikuti oleh rasa tegang di leher. Dan pegal di kepala, kadang-kadang kepalamu terasa sakit. Sakit seperti diikat dengan ikatan yang ketat dan kuat. Atau seperti ditimpa sesuatu yang memberatkan. Nafasmu, kian pendek. Kau mulai berfikir untuk segera keluar dari situasi ini. Kadang kau memilih berkhayal untuk menenangkan hatimu. Tak jarang kau menggunakan obat-obatan penenang untuk keluar dari diri yang tak mengenakan.

Sebenarnya, apakah gelisah, marah, ragu, khawatir, bingung dan segala macam rasa yang tak mengenakkan itu? Kenapa kau menyamakan mereka seperti ikan-ikan di kolam “ketakutan”? Apa hubungan antara rasa-rasa ini dengan ketakutan? Bagaimana proses terjadinya rasa-rasa ini? Untuk apa rasa-rasa ini ada? Dan bagaimana cara menaklukkannya seperti yang tertera di judul atas?

Hmm… kita coba menonton satu persatu dulu dari, pertanyaan ini ya, kawan. Dan sebab ini, adalah tentangku. Maka, ini akan dimulai dari salah satu kisah dalam hidupku.

Sebenarnya, apakah itu gelisah, marah, ragu, khawatir, bingung, dan segala macam rasa yang tak mengenakkan itu?

Suatu ketika, saat aku masih gemuk, imut dan lucu, hhh... Yaitu, ketika aku masih SD. Sekarang aku sedang di kelas, dan ibu guru memberitahu bahwa sebentar lagi akan diadakan Ujian Sekolah. Anak-anak terlihat antusias waktu itu. Aku sendiri antusias, namun sejenak aku mengingat berbagai informasi yang mendebarkan dada dan membuat jantungku berdetak lebih cepat tentang Ujian sekolah ini.

“Ujian sekolah adalah penentu  kenaikan kelas” kira-kira begitu yang diucapkan bu guru

“Ujian sekolah kali ini, kau harus dapat nilai yang baik. Kau harus kurangi waktu bermainmu. Dan menggantinya dengan menghafal semua pelajaran yang diberi bu guru”, ucapan ayah ibuku yang terdengar begitu jelas dalam memori

Aku senang, sebab telah tiba waktunya untuk naik tingkat. Aku ingin sekali naik tingkat secepatnya. Bahkan jika bisa, aku mau langsung naik dua atau tiga tingkat sekaligus –ambisius sekali, ya si Asep kecil-. Namun, di sisi lain, aku mulai khawatir, apakah aku bisa naik tingkat? Bagaimana jika aku tak lulus ujian? Bagaimana jika aku tak mampu menghafal semua pelajaran?

Semua pikiran di benakku dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Asep kecil, mulai membuat jadwal menghafal untuk persiapan ujian. Jadwal menghafal yang sederhana, dengan dibantu bunda tercintanya. Di sini, di rumahku. Kau dapat melihat aku sedang mencari buku-buku catatanku selama setahun ke belakang. Waktu itu, kau dapat mengamati, bagaimana tergesa-gesanya aku melakukan pekerjaan yang sebenarnya sederhana itu. Maklum, semua otakku dipenuhi dengan ketakutan-ketakutan akan masa depan. Takut jika tak naik tingkat. Takut jika tak lulus ujian. Dan ini yang terpenting, takut jika tak mampu menghafal semua pelajaran.

Sebab, menurut persepsi si Asep kecil, perkataan ayah bundanya itu sudah pasti benar. Bahwa aku seharusnya dapat menghafal semua catatan-catatanku biar dapat lulus ujian. Dan akhirnya naik tingkat. Kesimpulan dari cerita ini ialah bahwa waktu itu aku ditimpa kegelisahan saat menghadapi Ujian Sekolah. Bahkan saat menghafal pun aku tak fokus pada apa yang ku hafal, aku malah fokus pada “ancaman-ancaman yang akan menimpaku jika aku tak lulus ujian”. Mungkin terlalu serem disebut ancaman, namun istilah ini bukan suatu yang salah.

Saat ibu guru berkata
“Ujian sekolah adalah penentu  kenaikan kelas”
Asep kecil berfikir,
“JIka aku tak lulus ujian maka aku tak kan naik kelas. Jika aku tak naik kelas, maka ibu guru dan orang tuaku akan marah. Teman-temanku akan mengejekku. Dan uang jajanku akan dikurangi.”

Dan bagi si Asep kecil, dimarahi guru, dihukum di depan kelas, dimarahi orang tua, diejek teman-temannya maupun dikurangi uang jajannya adalah suatu ancaman yang dapat mengancam identitasnya. Si Asep kecil merasa bahwa harga dirinya akan jatuh jika itu terjadi, dan semua harapan yang indah di masa depan akan lenyap sekaligus, jika itu terjadi. Inilah kira-kira deskripsi sederhana tentang keadaan gelisah yang dialami si Asep kecil.

Apakah kalian juga pernah mengalami hal itu?

Aku yakin sebagian pembaca pernah mengalami yang seperti itu. Bener, nggak?

Oke,kita lanjut menjawab pertanyaan yang dibold diatas.
Sebenarnya, apakah itu gelisah, marah, ragu, khawatir, bingung, dan segala macam rasa yang tak mengenakkan itu?

Menurut manusia sok tau yang sering disebut Asep Medi, gelisah, marah, ragu, khawatir, bingung, dan segala macam rasa yang tak mengenakkan itu adalah beberapa jenis dari suatu hal yang disebut perasaan.

Ya, iya dong, masa ya iya lah. Buah aja kedongdong bukan kedonglah. Hehe…

Iya, itu memang salah satu bentuk dari perasaan. Dan yang membedakan bentuk-bentuk ini dari bentuk perasaan yang lain adalah bahwa perasaan gelisah, marah, ragu, khawatir, bingung, dan segala macam rasa yang tak mengenakkan itu mengandung hal-hal berikut:

Satu, keyakinan bahwa hidupmu ditentukan oleh situasi dan kondisi yang diluar kontrolmu
Dua, keyakinan bahwa kau harus melakukan segala sesuatunya dengan sempurna (semuanya harus sempurna)
Tiga, keyakinan bahwa kau harus melakukan segala sesuatu itu dengan secepat-cepatnya (mungkin karena kau berfikir bahwa situasimu seperti sedang di wc yang di luarnya sedang mengantri orang banyak, hehe… intermezzo)
Dan Empat, bahwa kau begitu terfokus dengan dua kata ini, “Bagaimana jika?”

Apa bener gitu? Ya, tinggal rasakan dengan segenap memori dan perasaan kalian saja. Hehe…
Dalam cerita di atas, aku sengaja memiringkan beberapa kata di atas yang merupakan kata kunci dari diambilnya kesimpulan tentang ciri-ciri perasaan gelisah, marah, ragu, khawatir, bingung dan segala macam rasa yang tak mengenakkan. Tapi bukan berarti aku menganggap kata-kata di atas “miring”, lho, hahaha….

Mungkin sebagian dari kalian ada yang berkata,

“Hey, apakah kau menyamakan 5 rasa ini? Menurutku itu memiliki definisi yang berbeda?”

Jawabanku, “Nggak juga, Bro, aku cuman, menyatakan ciri-ciri yang membedakan 5 rasa ini dengan jenis perasaan yang lain. Aku sengaja tak membahas definisinya satu-persatu. Yang ku tekankan ialah kesamaan diantara 5 rasa ini. Sehingga kita bisa mengkaji 5 rasa dalam satu artikel. Seperti melempar 5 burung dengan satu buah batu. Itu cukup keren, kan?hehe”

Jika Alloh mengijinkan, aku sangat senang jika dapat menceritakan pengalaman dan penafsiranku tentang segala macam rasa yang ku alami satu persatu. Namun, di blog ini aku tak cuman berbicara soal rasa. Ada bagian-bagian lain yang ingin ku sampaikan pada kawan-kawan semua. Misalnya, soal bumbu, soal proses memasak, soal yang menghidangkan, dan sebagainya, hehe… inget, ini intermezzo…hhh…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar