Jumat, 21 September 2012

Raja yang Egois

Di negeri Antahberantah, seorang Raja ditanyai putranya yang bernama Logika.

“Ayah, kenapa Engkau hanya mengikuti pendapat Menteri Ego saja, apakah pembantu-pembantu Ayah yang lain tidak berarti apa-apa buat Ayah?”

“Emm, sebab dia sudah lama bersama Ayah. Dan selama itu Ayah selalu bergantung pada pendapatnya. Sehingga Ayah merasa tidak biasa jika tidak mengikuti pendapatnya.”

“Bolehkah aku memberikan pandanganku pada Ayah?”

“Tentu, Nak"

“Begini. Aku berfikir bahwa Menteri Ego itu hanya mendasarkan pendapatnya pada ketakutan dan sungguh tidak waras.”

“Apa maksudmu?”

“Dalam setiap musyawarah, dia selalu berpendapat seperti ini,
 

“Awas, Raja! Anda harus tetap bersamaku, dan jangan biarkan orang-orang mengetahuiku sebab itu akan membunuhku. Dan jika aku terbunuh Anda pun terbunuh…”, bukankah hal itu tidak waras! Ayah bukan Menteri Ego, kan? Jadi, kalaupun dia terbunuh karena keberadaannya diketahui, ayah tak mungkin terbunuh!”

“Engkau benar, anakku. Namun, Ayah merasa takut jika tidak mengikuti pendapatnya. Selama ini Ayah selalu mendasarkan perbuatan pada pendapatnya. Dan negeri ini pun dibangun di atas pendapatnya. Jadi, apa artinya Ayah, kamu dan negeri Manusia ini tanpa Menteri Ego?”

“Ayah takut karena Menteri Ego mengatakan Ayah akan takut jika menyalahinya. Dan Ayah lihat negeri yang dikembangkan dengan pendapatnya itu, hanya menghasilkan kekhawatiran, konflik, ketidakpuasan dan sama sekali tidak nyaman untuk ditempati. Lalu, apakah negeri seperti ini yang diimpikan Ayah?”

“Lalu, menurutmu bagaimana penyelesaiannya?”

“Aku berfikir bahwa Ayah mesti lebih bijak dalam menentukan keputusan. Melihat eksistensi masing-masing Menteri Penasihat Ayah. Dan aku berfikir bahwa Ayah adalah seorang Raja yang memiliki kekuasaan untuk mengatur mereka dan negeri ini, bukan dikuasai oleh salah satu dari mereka.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar