Rabu, 02 Mei 2012

Cinta dalam Ketiadaan

Betapa tak 'kan sedih aku, bagai malam, tanpa  hari-Nya serta keindahan wajah hari terang-Nya?
Rasa pahit-Nya terasa manis bagi jiwaku: semoga hatiku menjadi korban bagi Kekasih yang membuat pilu hatiku!
Aku sedih dan tersiksa karena Cinta demi kebahagiaan Rajaku yang tiada bandingannya
Titik air mata demi Dia adalah mutiara, meski orang menyangka sekedar air mata
Ku keluhkan jiwa dari jiwaku, namun sebenarnya aku tidak mengeluh: aku cuma berkisah
Hatiku bilang tersiksa oleh-Nya, dan ku tertawakan seluruh dalihnya
Perlakukanlah aku dengan benar, O Yang Maha Benar, O Engkaulah Mimbar Agung, dan akulah ambang pintu-Mu!
Dimanakah sebenarnya ambang pintu dan mimbar itu? Dimanakah sang Kekasih, dimanakah "kita" dan "aku"?
O Engkaulah hakekat ruh lelaki dan wanita
Ketika lelaki dan wanita menjadi satu, Engkaulah Yang Satu itu; ketika bagian-bagian musnah, lihatlah, Engkau-lah Kesatuan itu
Engkau ciptakan "aku" dan "kita" supaya memainkan puji-pujian bersama diri-Mu,
Hingga seluruh "aku" dan "engkau" dapat menjadi satu jiwa serta akhirnya lebur dalam sang Kekasih

-Masnawi I : 776-

Ku keluhkan jiwa dari jiwaku, namun sebenarnya aku tidak mengeluh: aku cuma berkisah  Ketika para pecinta menyadari keluhan tentang keterpisahan dari kekasihnya dan menyalahkannya karena kekejamannya, sesungguhnya keluhan Sufi (syikayat) itu tidak lebih daripada kisah (hikayat) tentang kerinduannya kepada Tuhan yang tidak terhingga - suatu kisah yang mana Tuhan mengilhaminya untuk diceritakan

Hatiku bilang tersiksa oleh-Nya, dan ku tertawakan seluruh dalihnya Yakni, "Saya mengetahui bahwa penderitaanku merupakan kebaikan Cinta Tuhan"

Ketika lelaki dan wanita menjadi satu, Engkaulah Yang Satu itu; ketika bagian-bagian musnah, lihatlah, Engkau-lah Kesatuan itu Seluruh gejala adalah individualisasi modus Wujud Yang Nyata; ketika kepribadian mereka dilucuti, maka mereka akan menjadi satu dengan lainnya dan dengan Wujud Yang Nyata. Oleh karena itu Tuhan menampakkan diri-Nya pada setiap penyatuan jiwa-jiwa yang penuh cinta

Engkau ciptakan "aku" dan "kita" supaya memainkan puji-pujian bersama diri-Mu, Pada hakekatnya Tuhan adalah Obyek pemujaan dan sekaligus Pemuja. Ilusi kepribadian -"aku" dan "kita"- itu muncul dari saling mempengaruhinya dua aspek yang berlawanan, esensi dan bentuk, yang karenanya Realitas Yang Esa mungkin dapat diperhatikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar