Minggu, 29 April 2012

Siapa yang Punya? (Refreshing dulu Bro)



Apakah kamu pernah menjadi tutor adik-adik kelasmu, atau adik-adik tingkat di organisasimu? Atau kamu sekarang sedang menjadi tutor?

Tutor berarti orang yang memberi pelajaran ekstra kepada sekelompok kecil orang di luar sekolah. Di organisasi-organisasi sekolah istilah ini biasa digunakan untuk para senior yang melatih adik-adik juniornya. Istilah-istilah sama untuk subjek ini seperti instruktur, pelatih, amang (di pesantren) atau senior.

Berikut aku bagi salah satu trik, yang mungkin menarik untuk dipraktekkan saat latihan atau sekedar melepas rasa jenuh saat melakukan aktivitas organisasi. Judulnya ialah “Siapa yang Punya?” dan game ini merupakan modifikasi sederhana dari matematika. Konsepnya, kau berdiri seperti seorang pesulap di depan kelas. Dan di akhir pertunjukkan kau mendapat applause dari adik-adikmu. Oke, kita langsung ke TKP.

Trik pintar ini membutuhkan tiga benda kecil yang dapat dimasukkan ke dalam saku, misalnya pensil, kunci dan hp. Di samping itu, siapkanlah sebuah piring dengan 24 butir kacang (atau korek api) di atas meja.

Setelah itu mintalah masing-masing dari tiga adik-adikmu untuk memasukkan salah satu dari benda itu ke dalam sakunya masing-masing. Mereka melakukannya tanpa sepengetahuanmu (kamu berada di luar kelas atau berdiri membelakangi mereka setelah menginstruksikan itu), dan setelah mereka selesai, kamu masuk ke kelas lagi (atau tinggal membalikkan badan) dan kamu dapat menerka masing-masing benda yang ada di masing-masing saku adikmu tanpa melihatnya.

Langkah penerkaannya adalah: setelah adik-adikmu (yang dijadikan kelinci pertunjukkan, hehe) menyembunyikan bendanya, mintalah pada mereka untuk memperhatikan beberapa kacang (atau korek api). Kemudian kamu memberi satu kacang pada orang pertama, dua pada yang kedua dan tiga pada yang ketiga. Lalu kamu membalikkan badanmu lagi (dengan membelakangi mereka). Sekarang beritahukanlah bahwa adik-adikmu itu harus mengambil beberapa kacang lagi dengan uraian sebagai berikut,

Yang memiliki pensil harus mengambil kacang sebanyak yang diterimanya pertama (darimu)
Yang memiliki kunci dua kali dari yang telah diterimanya
Yang memiliki hp empat kali dari yang diterimanya tadi

Sisanya, kamu beritahukan juga, agar tetap pada piring.

Lalu, instruksikkan kalau mereka sudah selesai agar memberitahukan kepadamu. Lalu kamu membalikkan badanmu lagi dan kemudian menyatakan masing-masing benda yang ada di masing-masing saku adikumu tanpa melihatnya.

Trik ini nampaknya akan mempesonakan karena kamu melakukannya solo tanpa asisten. Tak ada sesuatu yang janggal dalam teka-teki ini, semuanya didasarkan pada perhitungan. Tebakan kamu berdasarkan jumlah kacang  yang tersisa di piring. Kamu akan menghitungnya seketika karena tak banyak jumlahnya (satu hingga tujuh kacang saja).

Bagaimana kamu mengetahui siapa memiliki apa?

Mudah saja. Setiap distribusi tiga benda yang berbeda akan menyebabkan jumlah kacang yang berbeda pula pada piring.

Kita sebut saja tiga teman kamu itu Adul, Jaka dan Odoy atau A, J dan O. Tiga bendanya adalah sebagai berikut: pensil (p), kunci (k) dan hp (h). kemungkinan distribusi (penyebaran) tiga benda itu hanya ada 6 cara :

Adul (A)
Jaka (J)
Odoy (O)
p
k
h
p
h
k
k
p
h
k
h
p
h
p
k
h
k
p

Marilah kita melihat berapa banyak kacang yang tertinggal pada masing-masing kombinasinya:

AJO
Jumlah kacang yang diambil
Total
Sisa
pkh
1+1=2; 2+4=6; 3+12=15
23
1
phk
1+1=2; 2+8=10; 3+6=9
21
3
kph
1+2=3; 2+2=4; 3+12=15
22
2
khp
1+2=3; 2+8=10; 3+3=6
19
5
hpk
1+4=5; 2+2=4; 3+6=9
18
6
hkp
1+4=5, 2+4=6; 3+4=6
17
7

Kamu dapat melihat bahwa sisanya pada setiap kombinasi selalu berbeda. Dengan mengetahui sisa tersebut, kita akan dengan mudah menentukan      SIAPA punya APA.

Sementara kamu membalikkan badanmu untuk yang ketiga kalinya, lihatlah catatan tabel di atas. Andaikan ada 5 kacang yang tersisa maka kombinasinya adalah:

Adul memiliki kunci
Jaka memiliki hp
Odoy memiliki pisau

Jika kamu ingin berhasil baik melakukannya. Kamu harus mengingat berapa banyak kacang yang kamu berikan pada masing-masing dari tiga adikmu itu.

Selamat mencoba!

Musik Kenangan


Dikisahkan, seruling dan kecapi yang menawan telinga kita
Nadanya berasal dari perputaran angkasa
Namun Iman, yang melampaui lompatan spekulasi,
Dapat mengerti merdunya setiap suara yang tak serasi

Kami, yang bagian dari Adam, bersamanya mendengarkan
Nyanyian para Malaikat dan Muqarrabin
Meski tumpul dan menyedihkan, ingatan kami
Masih menyimpan gema alunan nada surgawi

Oh, musik adalah hidangan bagi para pecinta
Musik ‘kan melambungkan jiwa ke dunia Sana
Bara berpijar, api abadi pun kian berkobar
Sembari menikmati dengan suka-ria kami pun dengar

-Masnawi IV : 733-

Nadanya berasal dari perputaran angkasa Teori Pythagoras tentang musik kenangan hampir biasa terdapat dalam filsafat dan persajakan orang-orang Muslim. Menurut Ikhwan ash-Shafa’ Basrah, “Karena angkasa berputar dan planet-planet serta bintang-bintang bergerak, maka hal itu berarti bahwa mereka mesti memiliki nada-nada musikal untuk mengekspresikan pemujaan kepada Tuhan, membuat gembira para Malaikat, sebagaimana halnya dengan jiwa kita di dunia yang fana ini yang dengan gembira mendengarkan lagu-lagu dan memperoleh pembebasan dari kesusahan dan kesedihan. Melalui lagu-lagu ini, bahkan gema-gema musik angkasa, mereka memanggil kita untuk kembali ke taman surga yang sangat luas dan kebahagiaan yang telah dinikmati jiwa selama tinggal di sana; oleh karena itu jiwa kita rindu untuk terbang ke sana dan bergabung kembali dengan pasangannya.”

Dapat mengerti merdunya setiap suara yang tak serasi Para Sufi menghubungkan pengaruh musik spiritual dengan pre-eksistensi jiwa. Sewaktu mendengarkannya, seakan-akan mereka mendengar kembali Firman Tuhan yang dijawab oleh seluruh jiwa manusia di alam baka (QS al A’rof : 172) dan kidung Penghuni Surga

Nyanyian Seruling Bambu


Dengarkan nyanyian sangsai Seruling Bambu
Mendesah selalu, sejak direnggut
Dari rumpun rimbunnya dulu, alunan
Lagu pedih dan cinta membara

“Rahasia nyanyianku, meski dekat,
Tak seorang pun bisa mendengar dan melihat
Oh, andai ada teman tahu isyarat
Mendekap segenap jiwanya dengan jiwaku!

Ini nyala Cinta yang membakarkau,
Ini anggur Cinta mengilhamiku
Sudilah pahami betapa para pecinta terluka,
Dengar, dengarkanlah rintihan Seruling!”

-Masnawi 1-

Seruling bambu Persia ini selalu dihubungkan dengan kebaktian religius Tarekat Maulawi, di mana musik dan tarian merupakan ciri khas mereka yang terkenal. Maulana Rumi mempergunakannya sebagai simbol jiwa yang kosong dari keinginan sendiri dan dipenuhi oleh ruh Illahi. Jiwa yang diberkahi ini selama kehadirannya di dunia ini, teringat akan persatuan dengan Tuhan yang telah dinikmatinya di alam keabadian dan rindu akan pelepasan dari dunia ini di mana ia seperti orang asing dan terbuang.

Oh, andai ada teman tahu isyarat berarti hanya Sufi-lah yang mengetahui Sufi

"PRELUDE"


Jauh di dalam kalbu ada cahaya Surga marak menerangi
Paras Lautan tanpa suara yang tiada batas
Oh, bahagialah mereka yang menemukannya dalam tawakkal
Rupa segala yang dipuja setiap insan

Orang buta, gandrung pada bayangan benda indah
Hanya akhirnya mengutuk pesona yang menimbulkan bencana
Bagaikan Harut dan Marut, malaikat sepasang
Yang menganggap diri  paling suci dari yang suci

Kebodohan, keinginan dan kebanggaan diri yang jahat
‘Kan merusak keharmonisan bagian dan keseluruhan
Sia-sialah kita mencari dengan nafsu tak terjinakkan
Untuk sampai pada visi Satu Jiwa Abadi

Cinta, hanya Cinta yang dapat membunuh apa yang tampaknya telah mati,
Ular nafsu yang telah beku. Hanya cinta,
Lewat air mata do’a dan nyala rindu
Terungkaplah pengetahuan yang tak pernah dapat di sekolah

Para pecinta Tuhan belajar dari-Nya rahasia
Pemeliharaan, rencana alam semesta
Tinggal di dalam-Nya, mereka selalu menyenandungkan pujian-Nya
Yang menciptakan ribuan dunia Waktu bagi Manusia

Kejahatan tak mereka kenal, karena di dalam-Nya sama sekali tak ada
Namun, tanpa kejahatan bagaimana kebaikan ‘kan menampak
Cinta menyahut: “Mari merasa denganku, jadilah satu bersamaku
Dimana ada aku, tak ada jarak yang bisa memisah

Ada tingkatan Cahaya Surgawi dalam jiwa:
Para Nabi dan Orang suci memperlihatkan jalan yang telah mereka lalui,
Langkah awal dan tahap-tahapnya, tempat-tempat berhenti sejenak dan tujuan-tujuannya
Semua menuju ke satu tujuan dalam Tuhan

Cinta tak ‘kan membiarkan hambanya yang setia lelah terkulai
Keindahan Abadi selalu menarik mereka
Dari kemuliaan menuju kemuliaan, datang kian mendekat
Pada setiap pemberhentian dan percintaan semakin lekat

Ketika kebenaran bersinar, tiada kata dan cerita nan dapat terucap
Kini dengarkanlah Suara di dalam hatimu. Selamat berpisah

Jumat, 27 April 2012

Download MP3 Qiro’at H Muamar ZA, H Muhamad Ali dan Hj Mariah Ulfa





Ayo, siapa yang tak kenal mereka? Beliau-beliau ini adalah beberapa dari qori dan qori’ah terbaik di Indonesia bahkan di dunia. Di kampung-kampung, kawan-kawan akan sering mendengarkan lantunan ayat beliau-beliau ini terutama sebelum solat Maghrib atau solat Shubuh, atau sebelum berbuka Puasa. Mungkin kalian akan bertanya? Apa itu qori dan qori’ah?

Qori’ berarti seorang laki-laki yang pandai dalam seni baca al qur’an sedang qori’ah berarti seorang perempuan yang pandai dalam seni baca al qur’an. Berikut aku tampilkan copas dari http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/09/07/09/61507-qiraat-sab-ah-dan-seni-baca-alquran tentang seni baca qur’an dan qiro’atnya.

Sedikitnya, ada tujuh macam bacaan yang berkembang di dunia Islam dalam membacakan ayat-ayat Alquran sesuai dengan dialek umat di suatu daerah. Istilah qiraat yang biasa digunakan adalah cara pengucapan tiap kata dari ayat-ayat Alquran melalui jalur penuturan tertentu. Jalur penuturan itu meskipun berbeda-beda karena mengikuti aliran (mazhab) para imam qiraat, tetapi semuanya mengacu kepada bacaan yang disandarkan oleh Rasulullah SAW.

Perbedaan qiraat ini berkisar pada lajnah (dialek), tafkhim (penyahduan bacaan), tarqiq (pelembutan), imla (pengejaan), madd (panjang nada), qasr (pendek nada), tasydid (penebalan nada), dan takhfif (penipisan nada). Contoh perbedaan qiraat yang paling sering kita jumpai adalah imaalah. Pada beberapa lafal Alquran, sebagian orang Arab mengucapkan vocal 'e' sebagai ganti dari 'a'. Misalnya, ucapan 'wadl-dluhee wallaili idza sajee. Maa wadda'aka rabuka wa maa qolee'. Kendati masing-masing imam punya beberapa lafal bacaan yang berbeda, dalam mushaf yang kita pakai sehari-hari tidak terdapat tanda perbedaan bacaan itu. Perbedaan lafal bacaan ini hanya bisa kita temui dalam kitab-kitab tafsir yang klasik. Biasanya, dalam kitab-kitab klasik tersebut, akan ditemukan penjelasan tentang perbedaan para imam dalam membaca masing-masing lafal itu.

Menurut berbagai literatur sejarah, perbedaan dalam melafalkan ayat-ayat Alquran ini mulai terjadi pada masa Khalifah Usman bin Affan. Ketika itu, Usman mengirimkan mushaf ke pelosok negeri yang dikuasai Islam dengan menyertakan orang yang sesuai qiraatnya dengan mushaf-mushaf tersebut. Qiraat ini berbeda satu dengan lainnya karena mereka mengambilnya dari sahabat yang berbeda pula. Perbedaan ini berlanjut pada tingkat tabiin di setiap daerah penyebaran. Demikian seterusnya sampai munculnya imam qurra'. Begitu banyaknya jenis qiraat sehingga seorang imam, Abu Ubaid al-Qasim ibn Salam, tergerak untuk menjadi orang pertama yang mengumpulkan berbagai qiraat dan menyusunnya dalam satu kitab.

Menyusul kemudian ulama lainnya menyusun berbagai kitab qiraat dengan masing-masing metode penulisan dan kategorisasinya. Demi kemudahan mengenali qiraat yang banyak itu, pengelompokan dan pembagian jenisnya adalah cara yang sering digunakan. Dari segi jumlah, ada tiga macam qiraat yang terkenal, yaitu qiraat sab'ah, 'asyrah, dan syadzah. Sedangkan, Ibn al-Jazari membaginya dari segi kaidah hadis dan kekuatan sanadnya. Namun demikian, kedua pembagian ini saling terkait satu dengan lainnya. Jenis qiraat yang muncul pertama kali adalah qiraat sab'ah. Qiraat ini telah akrab di dunia akademis sejak abad ke-2 H.

Namun, pada masa itu, qiraat sab'ah ini belum dikenal secara luas di kalangan umat Islam. Yang membuat tidak atau belum memasyarakatnya qiraat tersebut adalah karena kecenderungan ulama-ulama saat itu hanya memasyarakatkan satu jenis qiraat dengan mengabaikan qiraat yang lain, baik yang tidak benar maupun dianggap benar. Abu Bakar Ahmad atau yang dikenal dengan Ibnu Mujahid menyusun sebuah kitab yang diberi nama Kitab Sab'ah. Oleh banyak pihak, kitab ini menuai kecaman sebab dianggap mengakibatkan kerancuan pemahaman orang banyak terhadap pengertian 'tujuh kata' yang dengannya Alquran diturunkan.

Kitab Sab'ah disusun Ibnu Mujahid dengan dengan cara mengumpulkan tujuh jenis qiraat yang mempunyai sanad bersambung kepada sahabat Rasulullah SAW terkemuka. Mereka adalah Abdullah bin Katsir al-Dariy dari Makkah, Nafi' bin Abd al-Rahman ibn Abu Nu'aim dari Madinah, Abdullah al-Yashibiyn atau Abu Amir al-Dimasyqi dari Syam, Zabban ibn al-Ala bin Ammar atau Abu Amr dari Bashrah, Ibnu Ishaq al-Hadrami atau Ya'qub dari Bashrah, Ibnu Habib al-Zayyat atau Hamzah dari Kufah, dan Ibnu Abi al-Najud al-Asadly atau Ashim dari Kufah. Ketika itu, Ibnu Mujahid menghimpun qiraat-qiraat mereka. Ia menandakan nama Ya'qub untuk digantikan posisinya dengan al-Kisai dari Kufah. Pergantian ini memberi kesan bahwa ia menganggap cukup Abu Amr yang mewakili Bashrah. Sehingga, untuk Kufah, ia menetapkan tiga nama, yaitu Hamzah, Ashim, dan al-Kisai.

Meskipun di luar tujuh imam di atas masih banyak nama lainnya, kemasyhuran tujuh imam tersebut semakin luas setelah Ibnu Mujahid secara khusus membukukan qiraat-qiraat mereka. 

Nazam

Kendati ilmu qiraat berhubungan dengan pelafalan ayat-ayat Alquran, ia tidak memiliki kaitan dengan melagukan bacaan Alquran. Khusus untuk masalah melagukan Alquran, biasanya dijelaskan dalam nazam, yaitu seni membaca Alquran.

Keberadaan ilmu nazam diterangkan secara jelas dalam firman Allah dalam surat Almuzzammil ayat 4, ''Bacalah Alquran itu secara tartil.'' Di berbagai wilayah negeri Islam, berkembang aneka ragam seni membaca Alquran. Dalam pelajaran nazam, dikenal berbagai jenis seni membaca Alquran, seperti Nahawan, Bayati, Hijaz, Shaba, Ras, Jiharkah, Syika, dan lainnya. Semua jenis lagu atau irama itu tidak ada kaitannya dengan ilmu qiraat sab'ah. Semata-mata hanya seni membaca secara tartil (indah) dan tak ada kaitannya dengan bagaimana melafalkan ayat Alquran.



Umumnya, para pembaca Alquran dari Mesir yang membawa seni baca Alquran ke Indonesia. Mereka mengajarkan berbagai macam lagu dan memberikan beragam variasinya serta membuat harmoni yang khas. Seni seperti itulah yang sering kali diperlombakan dalam acara musabaqah tilawatil quran (MTQ). Meski bukan satu-satunya jenis perlombaan, biasanya yang paling mencuat memang masalah seni membaca. Sedangkan, bacaan qiraat sab'ah justru merupakan cabang ilmu Alquran yang bersifat syar'i. Bahkan, dalam banyak hal, perbedaan qiraat ini pun berpengaruh kepada perbedaan makna dan kesimpulan hukum. Sedangkan, seni baca Alquran sama sekali di luar hal ini. Sebab, tujuannya adalah menyuguhkan bacaan Alquran seindah mungkin. Nazam merupakan salah satu bentuk ekspresi seni dalam Islam.

Nazam ini telah tumbuh sejak lama. Ibnu Manzur menyatakan bahwa ada dua teori tentang asal mula munculnya nazam Alquran. Pertama, nazam Alquran berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Kedua, nazam terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang. Kedua teori tersebut menegaskan bahwa lagu-lagu Alquran berasal dari khazanah tradisional Arab. Dengan teori ini pula, ditegaskan bahwa lagu-lagu Alquran idealnya bernuansa irama Arab. Seni baca Alquran baru menampakkan geliatnya pada awal abad ke-20 M yang berpusat di Makkah dan Madinah serta di Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim yang sangat aktif mentransfer ilmu-ilmu agama (termasuk nazam) sejak awal abad ke-19 M.

Hingga hari ini, Makkah dan Mesir merupakan kiblat nazam dunia. Masing-masing kiblat nazam memiliki karakteristik tersendiri. Dalam Makkawi, dikenal lagu Banjakah, Hijaz, Mayya, Rakby, Jaharkah, Syikah, dan Dukkah. Sementara itu, pada Misri terdapat Bayyati, Hijaz, Shoba, Ras, Jiharkah, Sikah, dan Nahawan.

Pada abad ke-20, kedua model lagu tersebut masuk ke Indonesia. Transmisi lagu-lagu tersebut dilakukan oleh ulama-ulama yang mengkaji ilmu-ilmu agama di sana yang pulang ke tanah air untuk mengembangkan ilmunya, termasuk seni baca Alquran. Lagu Makkawi sangat digandrungi di awal perkembangannya di Indonesia karena liriknya yang sangat sederhana dan relatif datar. Lagu Makkawi mewujud dalam Barzanji.

Beberapa qari yang menjadi eksponen aliran ini adalah KH Arwani, KH Sya'roni, KH Munawwir, KH Abdul Qadir, KH Damanhuri, KH Saleh Ma'mun, KH Muntaha, dan KH Azra'i Abdurrauf. Memasuki paruh abad ke-20, seiring dengan eksebisi qari Mesir ke Indonesia, mulai marak berkembang lagu model Misri. Pada tahun 60-an, Pemerintah Mesir menyuplai sejumlah maestro qari, seperti Syekh Abdul Basith Abdus Somad, Syekh Musthofa Ismail, Syekh Mahmud Kholil Al Hushori, dan Syekh Abdul Qadir Abdul Azim.

Animo dan atensi umat Islam Indonesia terhadap lagu-lagu Misri demikian tinggi. Hal ini disebabkan oleh karakter lagu Misri yang lebih dinamis dan merdu. Keadaan ini cocok dengan kondisi alam Indonesia. Sejumlah qari yang menjadi elaboran lagu Misri adalah KH Bashori Alwi, KH Mukhtar Lutfi, KH Aziz Muslim, KH Mansur Ma'mun, KH Muhammad Assiry, dan KH Ahmad Syahid.

Baca dan  Pahami Kandungan Alquran

Haji Muammar ZA tentu dikenal banyak orang. Dia adalah qari internasional asal Indonesia yang menjadi juara MTQ tingkat internasional. Selain H Muammar ZA, masih terdapat beberapa nama lain yang juga indah dan merdu dalam membaca Alquran, di antaranya H Nanang Qosim, Maria Ulfa, dan H Khumaedi. Sebagai seorang qari yang sangat fasih daam membaca Alquran, H Muammar berusaha menularkan ilmu membaca Alquran kepada generasi muda Muslim masa kini. Bahkan, di beberapa pesantren, sering diadakan pelatihan membaca Alquran secara tartil (indah) dengan menggunakan seni baca Alquran.

Mereka ini umumnya bergabung dalam organisasi yang bernama Jam'iyyatul Qurra wa al-Huffazh, organisasi yang membina pelajaran membaca indah dan menghafal Alquran. Banyak orang yang ingin membaca Alquran dengan baik dan benar serta mampu melafalkannya dengan seni yang indah. Menurut H Muammar ZA, ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi seorang qari dalam melafalkan ayat-ayat Alquran. Pertama, hendaknya Alquran dibaca secara fasih dan dengan memerhatikan tajwid. Menurut Muammar, kedua hal ini merupakan syarat utama dalam seni baca Alquran. Sehingga, kedua-duanya harus berjalan secara harmonis. ''Kalau kita hanya mengejar lagu tanpa memerhatikan tajwid, ini merupakan satu kesalahan yang sangat besar. Membaca dengan bertajwid, membaca dengan fasih, kemudian dilagukan secara harmonis,'' sebagaimana diungkapkannya dalam kaset bimbingan membaca Alquran dengan tartil. Kedua, seorang qari harus mempunyai bakat dan juga hobi.

Menurutnya, kalau membaca Alquran sudah menjadi sebuah hobi, itu dapat memberikan satu jaminan bahwa seseorang dapat berlatih secara kontinu (istikamah). Sedangkan, dengan bakat yang dimiliki, berarti yang bersangkutan memiliki suara yang khas dan dibutuhkan dalam membaca Alquran dengan baik, benar, dan indah. Begitu juga dengan pernafasan, hendaknya sering dilatih agar panjang. Ketiga, yang tidak kurang pentingnya, menurut Muammar, seorang qari harus memiliki sifat sabar dan ikhlas.

Pelajaran seni baca Alquran dinilainya betul-betul memerlukan kesabaran. Dalam mempelajari seni baca Alquran ini, seseorang akan banyak menghadapi kesulitan-kesulitan. Sebab, pada seni baca Alquran, banyak hal yang terkait di dalamnya, baik dari segi tajwidnya maupun qiraatnya. Kita perlu mempelajari bagaimana pernafasan yang baik, bagaimana seluk-beluk lagu, dari lagu A, B, C, dan sebagainya. Semua itu betul-betul memerlukan kesabaran.

Kemudian, kita juga harus ikhlas. Ikhlas dalam arti betul-betul mempelajari seni baca Alquran ini karena Allah SWT semata. Lebih jauh Muammar menuturkan bahwa lagu-lagu yang dianggap sebagai lagu pokok dalam seni baca Alquran ini ada tujuh jenis. Yaitu, Bayyati, Shaba, Hijaz, Nahawan, Ros, Jiharkah, dan Syika. Di luar ketujuh jenis lagu ini, dianggap sebagai lagu cabang yang nantinya akan dipergunakan sebagai variasi dalam membentuk susunan atau komposisi lagu.

Di antara lagu-lagu yang dianggap sebagai lagu cabang, misalnya lagu Nakriz, Awsaq, Zinjiran, Raml, Karqouk, dan sebagainya. Ketujuh jenis lagu pokok dalam seni baca Alquran ini biasanya dibawakan dalam beberapa tahap tingkatan nada, dari mulai nada yang paling rendah sampai nada yang paling tinggi. Dalam tatanan seni baca Alquran, tingkatan nada dikenal ada empat tahap, yakni qarar (rendah), nawa (sedang), jawab (tinggi), dan jawabul jawab (sangat tinggi). Jenis lagu inilah yang 'wajib' dipergunakan pada saat diselenggarakan perlombaan membaca Alquran.  

REPUBLIKA - Minggu, 05 Juli 2009
    
Penulis : dia/sya

Dan berikut link bagi kawan-kawan yang ingin mendownload bimbingan-bimbingan maqro dari H Muamar ZA, H Muhamad Ali dan Hj Maria Ulfa


dan


File-file ini sudah dikompress hingga ukurannya kurang dari 4 MB, dengan durasi sampai hampir satu jam untuk masing-masing link. Selamat mendownload!